Satu Janji (1 - 1)

Sunday, 29 January 2012 0 comments
Mentari pagi terlihat malu menunjukan dirinya. Bersembunyi di balik awan yang sedikit kelabu. Angin bertiup memainkan pohon. Embun masih tampak di beberapa daun. Sedikit menggelitik melihat beberapa burung berkejaran dilangit, ntah apa yang mereka kicaukan, begitu merdu dan tampaknya asik sekali jika bisa bergabung dengan mereka. Hiruk pikuk di pagi hari mulai tampak ketika beberapa pedagang makanan lewat. Dengan ciri khas masing-masing mereka meneriakan dagangannya.

Terbersit sosok lama yang tak lagi pernah kutemui wujudnya. Ntah dia masih mengingat ku atau sudah melupakanku. Huft, lagi gadis berjilbab itu kembali hadir menari difikiran. Ketika ia sempat berkata akan bertemu dengan ku ketika berusia 25 tahun. Ternyata menanti itu cukup lama setelah 7 tahun telah terlewati dan dari pertemuan awal dengan dirinya. Ketika harus memendam rasa dan terbuai oleh beberapa makhluk indah lainnya hal itu sungguh sulit untuk dipertahankan. Masih 5 setengah tahun lagi dari umur ku sekarang untuk bertemu dengannya.

Sampai suara cempreng dari monster kecil yang ku sayang mengganggu lamunan ku di pagi itu. Mata bulatnya seakan meminta untuk di gendong dan diajak ke warung untuk membeli jajanan. Es krim lagi yang ia tunjuk, entah berapa banyak yang telah dia lumat setiap harinya. Ingin ku menahannya tapi senjata terampuhnya yaitu menangis selalu membuatku luluh. Sudahlah, aku selalu kalah dengan monster kecil ini.

"Bagaimana enam bulan disana?" sosok paruh baya itu bertanya pada ku

"Biasa aja, cuma dinamisme mahasiswa yang semakin lama semakin tidak sehat."  ucapku sambil bermain dengan sang monster kecil.

"Hati-hatilah, organisasi boleh tapi jangan sampai lupa sama tugasmu." terulang kata itu lagi untuk kesekian kalinya. Ntah berapa kali ia mengatakannya kepadaku.

"Iya ma, insya Allah gak macam-macam disana."

Aku pun hanya melihat senyum simpul itu ketika ku menoleh kearahnya. Tak tau apa artinya, apakah itu suatu kebahagiaan atau hanya sekeder menghiasi wajahnya agar aku tenang. Ku coba untuk berfikir positif kala itu, ku harap apa yang ku lakukan tidak salah langkah dan membuat senyum itu memang senyum yang aku harapkan.

Masih banyak misi ku ketika ku kembali ke kota tempat ku mengadu nasib. Aku pun berjanji dengan diriku sendiri, jika nanti ku memang pantas untuk seorang wanita baik-baik itu maka aku akan datang padanya. Bahkan hanya gambar senyum saja yang ia kirimkan dari handphonenya ketika aku berkata seperti itu. Suatu saat pasti aku akan ada didepanmu.

0 comments:

Post a Comment

 

©Copyright 2011 Gubuk Derita | TNB