Satu Janj (1 - 2)

Sunday 29 January 2012 0 comments
Ku tapaki malam dengan langkah panjangku, masih tercium aroma khas dari kota ini. Cukup lama ketika harus bertahan di kota orang tanpa keluarga. Bahkan seperti terasingkan di tempat tersebut. Bahkan tak ada keinginan untuk kembali menjadi mahasiswa disana. Banyak yang telah dikorbankan untuk ku kesana. Terlalu angkuh ketika ku harus memikirkan ingin ku saja. Aku hanya lelaki yang dilahirkan di keluarga pas-pasan. Ntah berapa banyak biaya hanya untuk menjadikan aku sarjana, padahal aku baru saja melangkah untuk cita-cita orang tua yang ingin menjadikan anaknya sarjana. Tapi apa yang telah ku berikan, hanya harapan sepertinya.

Malam panjang ku telusuri tanpa kawan. Memang ini bukan metropolitan, ketika jarum pendek menunjuk ke angka sepuluh sudah jarang kendaraan yang berlalu lalang. Ntah apa yang ku fikirkan saat itu. Ketika harus menghadapi rumitnya kehidupan, ketika hati ingin berlari dari masalah, dan ketika semua masalah itu tak dapat ku pecahkan.

"Om, minta uang om." suara kecil yang parau itu mengagetkan ku. Ternyata seorang gadis kecil yang usianya kira-kira masih delapan tahun.

"Lha, ade rumahnya dimana?" tanya ku halus padanya dan mempersilahkan dia duduk di sampingku.

"Aku ndak punya rumah om." jawabnya singkat dengan mata memelasnya.

"Orang tua ade dimana?"

"Aku juga ndak punya bapak ibu om." wajah polos itu tak menampakan raut kesedihan, yang ada hanya raut kepalaran.

"Ade udah makan?" aku pun tak ingin mengorek jauh tentang kehidupan anak ini. Mungkin kedua orang tuanya meninggal atau memang dia telah dibuang. Ntahlah, canggung bagiku menanyakan hal tersebut kepadanya.

"Belum om, aku lapar om. Minta uang seribu aja om." mata itu seakan berkata padaku, bahwa ia ingin sekali makan.

Kubuka dompet lusuh ku dan yang ku punya hanya dua lembar uang sepuluh ribu dan tiga lembar limaribu serta beberapa recehan yang gak sampai seribu rupiah. Ini uang terakhir ku dan aku tak mungkin meminta sampai akhir bulan nanti dan pastinya uang bulanan ku dipotong karena aku berada dirumah. Tanpa berfikir lagi ku tarik uang berwarna ungu itu keluar dari dompetku. Sambil ku ucap dalam hati 'ya Allah iklaskan lah hati ini'. Terlihat senyum manis bocah itu. Memang dia tampak cantik jika dirawat tubuh mungilnya. Dia pun berterima kasih dan berlari meninggalkanku. Aku pun hanya bisa tersenyum ketika melihat dirinya berlari dengan riang.

Ku ikuti langkah mungil itu berlari, tampaknya ia tak sadar keberadaan ku karena senang. Ia memasuki rumah makan yang bisa dibilang kecil. Di habiskannya uang tersebut, aku pun tampak kecewa dengan tindakan borosnya itu. Terus ku ikuti langkah kakinya karena ku rasa penasaran. Berhentilah dia di sebuah gang kecil, dengan riang ia berteriak. Dia tak sendiri ku lihat, masih banyak bocah kecil lagi yang hidup diluar bersamanya dan mereka menghabiskan makanan itu bersama. Bahkan ku menyesal telah berfikir seperti itu tentang gadis itu. Suatu saat akan ku temukan lagi dirinya, karena ku lupa menanyakan namanya.

Cerita Sebelumnya:
Satu Janji (1 - 1)

0 comments:

Post a Comment

 

©Copyright 2011 Gubuk Derita | TNB